Sabtu, 28 Januari 2012

RISET PERGURUAN TINGGI YANG BERKUALITAS KUNCI UTAMA MENINGKATKAN RANGKING UNIVERSITAS KELAS DUNIA (WCU)

Tema  dies natalis unhas yang ke 54 adalah “ Peningkatan  mutu akademik  berbasis riset untuk menghasilkan  insan akademis  yang  cerdas dan terampil  dalam mewujudkan  UNHAS  sebagai Universitas Kelas Dunia “  Tema  ini  sangat tepat dan akan berimplikasi  kedepanya  menjadikan UNHAS  sebagai Universitas  berstandar internasional .Apa yang dimaksud dengan Standar Internasional, apa tolok ukurnya ?  Dari aspek penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang dimaksud dengan universitas berstandar internasional adalah  aktivitas kehidupan universitas tersebut harus menyelenggarakan  riset yang berkualitas, menghasilkan produk-produk riset (artikel ilmiah, HaKI, Prototype, Konsep-konsep, Teori dll)  yang bisa diandalkan dan diakui secara internasional.  Produk-produks riset ini, selain dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran, juga  dapat meningkatkan  taraf hidup dan kesejahteraan  masyarakat yang ada disekitarnya     . Pertanyaanya,   bisakah sivitas akademika Unhas dibawah pimpinan Rektor Baru ( Rektor  Jilid II)  mewujudkan Unhas menjadi  universitas berbasis riset kelas dunia ( Word Research University). Apakah  Rektor Baru  mampu  menghantarkan Unhas  sebagai universitas riset  selama  masa 4 tahun kedepan ? atau menaikkan rangking dunia  dari  3092  minimal  menjadi dibawah  1000 atau dari  tingkat ASEAN  rangking ke   99 menjadi rangking  dibawah  50 ???  ( versi Webometric  Juli 2010, Lihat Tabel).
Pada bulan September tahun  2010, Unhas  akan berusia genap  54 Tahun.  Pada usia lebih setengah abad ini, berbagai prestasi di bidang riset telah diraih oleh  sivitas akademika, sudah banyak  produk penelitian, baik itu berupa artikel maupun konsep-konsep pembangunan  yang digunakan masyarakat khususnya  di Sulawesi Selatan.  Kegiatan  riset di Unhas  merupakan bagian dari misi Unhas  sebagai Knowledge Server  dan Commununiversity  dalam upaya menuju    Universitas  berkelas dunia ( World class university).  Namun demikian, kalau dilihat dari rangking universitas dunia  versi Webometrics,  Unhas masih cukup tertinggal dalam ranking universitas dunia. Perlu mendapatkan apresiasi, pimpinan selama ini telah berusaha meningkatkan rangking unhas sebagai universitas dunia,  namun hasilnya belum begitu memuaskan.  Unhas mengalami kemajuan, pada tahun 2006  menduduki ranking universitas dunia ke 4104 dan pada tahun 2010 menurun ke 3092 ( Lihat Tabel ), namun prestasi  ini melorot pada tingkat Asia Tenggara.  Hal ini menunjukkan  bahwa perubahan – perubahan yang telah dilakukan selama ini memberi dampak  terhadap penurunan ranking dan diharapkan dengan program – program yang dijabarkan dalam kertas kerja  rektor baru, Unhas bisa  mendekati  ranking  dibawah dua ribu, bahkan kalau bisa dibawah seribu  pada tahun 2014
Sebagai informasi, perguruan tinggi  yang terbaik di Indonesia, ITB berada pada urutan ke-8 di Asia Tenggara atau ke-569 di dunia,  disusul UGM di peringkat ke-10 di Asia Tenggara dan ke-611 di dunia dan UI berada di peringkat ke -15 di Asia Tenggara dan ke 789 di dunia (Lihat Tabel).  Penilaian peringkat tersebut terdiri atas empat kriteria, yaitu besar situs web (20%), banyaknya file (15%), Google schoolar (15%), dan visibility (50%).   Hasil perangkingan  ini menunjukkan  perguruan tinggi di Indonesia  masih tertinggal  dibanding dengan  universitas dinegara-negara yang sudah maju seperti  Inggris, Amerika Serikat,Jepang dll.

World  University  Rangking  ( Webometric)
Perguruan Tinggi
Rangking Tingkat  Asia Tenggara
Rangking Tingkat  Dunia
2006
2007
2010
2006
2007
2010
ITB
10
13
8
927
1046
569
UGM
12
12
10
1076
939
611
UI
52
31
15
3024
1966
789
UK PETRA
59
49
25
3195
2546
1117
IPB
62
59
26
3425
2988
1127
ITS
68
73
31
3708
3530
1348
UNHAS
78
77
99
4104
3693
3092
UNIV BINUS
81
79
79
4237
3873
2611
UNAIR
97
95
36
4959
4407
1474


Oleh karena itu perlu  mengkaji secara  komprehensif  tentang  kondisi yang bagaimana yang seharusnya dilaksanakan oleh suatu perguruan tinggi ( Universitas) dalam  meningkatkan  kualitas riset dilaksanakan suatu perguruan tinggi.  Kondisi yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitas  sumberdaya peneliti, infrastruktur riset, budaya riset  para peneliti  dan manajemen riset  yang dilaksanakan suatu perguruan tinggi .  Faktor eksternal yang berhubungan  dengan perkembangan  iptek juga akan berpengaruh  terhadap keberhasilan  perguruan tinggi   dalam menggapai  universitas berbasis riset. 
Universitas berbasis riset merupakan  universitas yang menyelenggarakan program sarjana, pendidikan pasca sarjana (master) hingga program doktor dan memberikan prioritas yang tinggi pada penelitian. Komitmen terakhir ini yang mendorong universitas menjadi sebuah entitas penghasil pengetahuan baru. Sebagai konsekuensinya, universitas riset mendasarkan kemampuan riset staf akademiknya sebagai pertimbangan utama penugasan, promosi dan jabatan. Dampaknya  peran  universitas  sebagai tempat pengembangan keilmuan dan budaya terus berkembang.  Universitas berbasis riset dengan dosen yang mengajar tak hanya berdasarkan text book, tetapi juga berlandaskan hasil riset mereka. Universitas yang membangun iklim positif bagi penelitian, yang hasilnya berguna bagi kesejahteraan masyarakat. 
Sayangnya, banyak perguruan tinggi / universitas di Indonesia, karena terkendala factor keuangan yang terbatas, mengkomersilkan  pendidikannya (dalam tanda kutip !!) dengan jalan menawarkan berbagai skim kepada orang tua  calon Maba  untuk masuk suatu program studi dengan membayar tarif tertentu.  Meskipun hal ini bukan hal yang salah,  dari pada orang tua menyekolah keluar negri bagi yang mampu, lebih baik di dalam negeri dan dananya dipakai untuk subsidi peningkatan kualitas akademik.  Sudah seyogyanya  mulai harus dipikirkan oleh pimpinan perguruan tinggi   bagaimana suatu universitas  menjadi  universitas riset yang dapat mengkomersialkan  hasil   riset sivitas akademikanya.   Unhas  salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia masih perlu  meningkatkan  aktivitas risetnya, sebab aktivitas riset di universitas tak bisa ditawar lagi, merupakan tulang punggung pengembangan keilmuan, baik dalam lingkup lokal maupun global. Ia harus dibaca sebagai kerja akademis yang berorientasi pada investasi jangka panjang . 
Beberapa perguruan tinggi di Sulawesi Selatan sudah ada yang mencanangkan  untuk menjadi Universitas Riset, untuk  itu perlu  beberapa perubahan mendasar, yaitu:  (a) Pergeseran paradigma pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi: Pendidikan, Riset dan  Pengabdian berubah menjadi Pendidikan dan Pengabdian berbasis Riset (Research based Education and Community Services), dan (b). Peningkatan kemampuan entrepreneurship pada setiap kegiatan riset dengan tanpa mengurangi mutu  ilmiahnya.  Adapun inti dari kedua perubahan di atas adalah pengembangan kultur riset (research culture) atau  peningkatan atmosfer riset (research atmosphere) untuk  menunjang pembelajaran, pengabdian dan kemandirian  perguruan tinggi.

Strategi peningkatan kualitas Riset Perguruan Tinggi.
Seperti yang telah dikemukan diatas,  tolok ukur dari indicator riset yang dilihat  dalam penentuan  ranking universitas dunia adalah publikasi ilmiah di jurnal internasional dan kuantitas publikasi  yang dirujuk (citation), besarnya akses internet, kerjasama penelitian dengan peneliti internasional, prestasi penghargaan  internasional  yang diraih staf peneliti.  Tolok ukur lainnya, yaitu  jumlah mahasiswa asing yang ada di perguruan tinggi tersebut, jumlah staff pengajar asing dan kualifikasi  staf pengajar, rasio dosen dan mahasiswa, tingkat keketatan mahasiswa baru serta  penghargaan  dunia yang diperoleh oleh para alumni.
Strategi yang pertama,  Perguruan tinggi  harus mempunyai roadmap riset (peta arah penelitian)  yang andal untuk mengetahui sampai sejauhmana  perkembangan riset pada kelompok-kelompok peneliti/ pusat-pusat penelitian / individu peneliti / program studi / fakultas, apa saja yang sudah diteliti, apa yang sedang diteliti dan apa yang masih perlu diteliti  untuk menghasilkan  produk riset unggulan.  Roadmap riset yang dibuat setiap Unit Kerja  ( Pusat-pusat Studi,  Laboratorium, Program Studi / Jurusan,  Bagian) yang ada di lingkungan perguruan tinggi wajib berhubungan  dengan riset unggulan maupun  program riset  yang diminati  unit kerja.   Dengan adanya riset unggulan tersebut,  maka  dana riset yang terbatas  akan lebih efisien dan efektif dalam pemanfaatnnya sehingga  diharapkan dalam jangka waktu tertentu  menghasilkan suatu produk  riset universitas  yang dapat diandalkan dan dibanggakan.   Roadmap riset ini perlu diteruskan dengan Roadmap  Pengabdian pada Masyarakat agar produk riset dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum atau usaha kecil menengah, maupun kerjasama dengan industri / swasta .  Kedua roadmap ini juga harus diintegrasikan  dengan kegiatan akademik untuk meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi. Pemanfaatan produk-produk riset untuk  kepentingan  pembuatan bahan ajar dan pengembangan ilmu pengetahuan dan kualitas proses belajar-mengajar masih sangat kurang, akan tetapi untuk kepentingan  percepatan lama studi mahasiswa  adanya riset kompetitif dari dosen pembimbing sangat  membantu mahasiswa. Namun demikian, roadmap ini akan mubazir kalau tidak ditopang  dengan dana yang berasal dari PT sendiri, maupun dana yang diperoleh oleh peneliti melalui  proposal penelitian kompetitif yang berasal dari Dikti, Kementrian Ristek, LIPI, dan instansi lainnya.
Str tegi kedua ,   mengembangkan kultur riset yang sehat  melalui: (a) Pemberian penghargaan kompetitif tahunan kepada  para peneliti perguruan tinggi yang unggul dalam 4 (empat) kategori, yaitu: publikasi ilmiah internasional, riset  aplikatif-kolaboratif, riset inovatif-inventif (paten atau layak paten) dan riset pengabdian kepada  masyarakat, (2). Peningkatan fasilitas riset, baik pembinaan periset  muda/junior maupun pemberian dana bantuan untuk publikasi internasional, pendaftaran paten,  pelaksanaan seminar internasional bagi para peneliti  senior, (3). Peningkatan kinerja (baik kuantitas maupun kualitas)  riset dengan pendekatan multidisipliner  dan penerapan system penjaminan mutu penelitian.  Penjaminan mutu riset dimaksudkan  agar risetyang dilaksanakan di perguruan tinggi  baik yang merupakan riset dasar maupun riset terapan  memiliki kualitas yang diharapkan dan  relevansi yang kuat bagi perkembangan  masyarakat lokal dan global  yang menjunjung tinggi nilai-nilai  kemanusiaan, keadilan sosial,  demokrasi dan perdamaian. Riset  yang juga diharapkan meningkatkan  etos kerja, kejujuran dan tanggungjawab dalam riset.   Penjaminan mutu dalam bidang riset  sejauh ini merupakan work-inprogress,  dan diharapkan merupakan  arus utama dalam pelaksanaan  kebijakan riset di perguruan tinggi. Beberapa kelemahan penelitian yang  ada pada suatu perguruan tinggi yang belum mengembangkan kultur riset, adalah rendahnya daya saing  peneliti dalam mendapatkan penelitian  kompetitif  yang disebabkan  belum mampu membuat proposal yang baik yang merupakan konsekuensi dari peneliti tidak bisa mengidentifikasi masalah penelitian,  rendahnya penguasaan metode riset, kurangnya ide,  rendahnya kreativitas, kurang membaca jurnal ilmiah mutakhir  dibidangnya  atau kurangnya fasilitas sarana dan prasarana laboratorium.  Data  yang ada di Direktorat  Penelitian  dan Pengabdian pada Masyarakat ( DP2M-DIKTI) masih menunjukkan angka yang relative rendah partisipasi Perguruan Tinggi Kawasan Timur Indonesia partisipasi dosen (PTN / PTS)  yang mengajukan proposal kompetitif yang didanai Dikti, sehingga proporsi dosen yang menerima hibah penelitian cukup rendah dibanding dengan PTN/PTS yang ada di  Kawasan Barat Indonesia ( Jawa dan Sumatera.)
Strategi terakhir adalah  meningkatkan efektivitas, efisiensi dan mutu  kelembagaan dibidang riset, meliputi  aspek Monev dan inventarisasi  kinerja /aktivitas  riset untuk setiap pusat – pusat riset,  kajian  peleburan  pusat riset yang bidang kajiannya mirip.  fit and proper test bagi calon ketua pusat-pusat riset.  Mengembangkan  Penerbitan Jurrnal Ilmiah Terakreditasi di universitas untuk memfasiltasi penerbitan artikel ilmiah hasil penelitian dosen-dosen perguruan tinggi.  Mengembangkan  dan memperbaiki situs website perguruan tinggi  dan unit-unit kerjasebagai sarana informasi bagi dunia maya  serta merupakan faktor penilaian scholarsip yang mencerminkan banyaknya karya ilmiah yang dipublikasikan melalui situs web.   Mendirikan dan mengembangkan Gugus HaKI untuk memfasilitasi peneliti yang mau mendaftarkan produk penelitiannya  mendaoatkan Hak Kekayaan Intelektual ( Paten, Hak Cipta, dll).  Mengembangkan bidang layanan Kebun  Pendidikan, Risetdan Pengembangan sarana riset lapangan   ( Kebun percobaan / Tambak / Ranch,   Teaching Farming)  dengan layanan lahan untuk pendidikan,  riset dan pengembangan. Standardisasi laboratoratorium yang ada di lingkungan  universitas melalui pengajuan  akreditasi laboratroium. 
Ketiga strategi peningkatan kualitas tersebut diatas  dan kaji tindaknya,  kalau dilaksanakan  dengan  baik, holistic dan berkesinambungan  akan  membantu suatu perguruan tinggi untuk mempercepat peningkatan  ranking  universitas kelas dunia.  Prinsipnya, penilitian yang berkualitas akan menghasilkan  teknologi yang terbukti keandalannya, artikel ilmiah  yang dapat dipublikasikan  di jurnal internasional, kebijakan atau konsep yang dapat diterapkan dan Haki yang innovative dan marketable.
Tantangan  Perguruan Tinggi  dalam Meningkatkan Kualitas Riset .
Tantangan yang menghadang di depan mata adalah globalisasi, meski dalam hal ini, globalisasi adalah pisau bermata dua. Globalisasi menempatkan perguruan tinggi di bawah tekanan pasar. Dan pasar selalu berarti orientasi pragmatis-ekonomis. Hampir seluruh dana tersedot untuk riset-riset berbasis kepentingan pasar. Pengembangan infrastruktur dan sumber daya pun tak jauh bergeser dari orientasi itu. Namun, globalisasi pun menghasilkan dampak yang menggembirakan bagi aktivitas riset perguruan tinggi. Kompetisi yang kini bekerja secara global memaksa perguruan tinggi memacu kegiatan riset oleh sumber daya yang dimilikinya. Sebab kuantitas dan kualitas riset sekarang menjadi ukuran penting bagi akreditasi perguruan tinggi di mata internasional.
Tantangan lain selain  globalisasi  adalah  peran serta perguruan tinggi  dalam berpartisipasi  pembangunan lokal ( Sulsel) , regional  ( Kawasan Timur Indonesia ) maupun secara nasional.    Sampai sejauh mana hasil riset para peneliti perguruan tinggi   telah dimanfaatkan  oleh  masyarakat maupun pemerintah daerah ?  Masalah –masalah pembangunan yang ada , seperti halnya  peningkatan  tingkat kemiskinan dan pengangguran,  rendahnya mutu pendidikan,  rendahnya produktivitas  komoditas  pertanian untuk  ekspor, menurunya kesehatan masyarakat,  mitigasi bencana alam, damapk pemanasan global,  konflik sosial dll perlu mendapat  perhatian dari para periset perguruan tinggi  untuk dicarikan  solusinya.   Konsep – konsep pembangunan  yang diajukan  / ditawarkan  kepada  pengguna harus berdasarkan  hasil riset yang  valid dan dapat dipercaya, jika tidak,  maka  implikasi dari  konsep tersebut tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Kultur riset di perguruan tinggi  tidak jatuh dari langit. Ia membutuhkan habituasi. Riset harus menjadi kultur yang kental mewarnai perilaku akademisi. Sayang, kultur keilmuan kita belum sematang universitas-universitas di luar negeri. Riset seolah hanya kegiatan sekali atau dua kali seumur hidup untuk menjaring gelar. Layaknya pernikahan, riset dipandang sebagai momen sakral dalam rentang hidup seorang akademisi. Perpustakaan dan laboratorium dipenuhi pengajar yang sibuk bekerja untuk keperluan tesis atau disertasi. Tak banyak yang sungguh memanfaatkan untuk pengembangan keilmuan. Tak heran, sebagian besar dosen sekadar menjadi reprodusen bukan produsen ilmu. Silabus yang sama dipakai mengajar selama bertahun-tahun tanpa sekalipun direvisi.  Penelitian yang sama diulang untuk mendapat sumber dana skim penelitian lain dari instansi lain.
Alih-alih menjadi basis kegiatan riset, universitas pun menjelma sebagai ajang kompetisi perebutan gelar. Masing-masing pengajar berlomba mengumpulkan kredit demi posisi akademis. Perlombaan yang lebih politis ketimbang epistemis. Office politics yang kental sedang meliputi dan mendistorsi kinerja akademis staf dosen. Posisi strategis dan gelar akademis sungguh telah membutakan mata terhadap eksplorasi keilmuan. Ilmu itu sendiri akhirnya tersimpangkan dari fokus riset. Ini sungguh bukan kultur keilmuan yang sehat. Universitas riset kelas dunia memerlukan sosok periset yang mau berkonsentrasi sepenuhnya pada pengembangan ilmu itu sendiri.
Dalam kondisi seperti itu, mampukah universitas menghasilkan periset-periset ulung yang beriman pada eksplorasi dan kedalaman? Mampukah perguruan tinggi (Universitas Hasanuddin) melahirkan periset-periset yang-meminjam istilah fisikawan Richard Feynman-memperoleh kesenangan dalam memecahkan teka-teki kenyataan? Sebelum pertanyaan ini dijawab, persoalan transfer kultural dalam atmosfer keilmuan perguruan tinggi (Universitas Hasanuddin)   mesti dipersoalkan dan ini tugas berat bagi  pimpinan baru  Unhas ( Rektor Jilid II).  Semoga berhasil …   Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar